Assalamu'alaikum...

Selamat Datang di Blog Suka-suka ala Tiwi...
Mari berbagi cerita yang dapat "memperkaya" diri...

Jumat, 29 Juli 2011

Sumimasen


Dalam masyarakat Jepang, ucapan ありがと うございます (arigatou gozaimasu) tidak selalu diucapkan pada seseorang yang telah berbuat kebaikan sebagaimana yang berlaku di Indonesia. [(lihat artikel ありがと うございます (arigatou gozaimasu)]. Hal tersebut tergantung pada situasi yang mengikutinya. Bahkan bila ungkapan terima kasih digunakan pada kasus tertentu akan dianggap tidak sopan. Jadi ada situasi di mana lebih baik digunakan ungkapan 済みません (sumimasen = maaf) ketimbang ありがと うございます (arigatou gozaimasu = terima kasih).

A          :何か 落ちましたよ。
                 Nani ka ochimashita yo.
                 Barangnya ada yang jatuh.
B          :あ、どうも すみません。
                 A, doumo sumimasen.
                 Oh ya, terima kasih.

Pada kasus ini orang yang ketinggalan barang mengucapkan 済みません (sumimasen)  kepada orang yang memberitahunya. Ungkapan ini mengandung makna terima kasih atas kebaikannya memberi peringatan dan bermakna maaf atas kesudian orang tersebut menyisihkan waktu untuk memberitahukan barang yang terjatuh. Makna kedua lebih kuat dibandingkan makna pertama, karena kelalaian tersebut adalah kesalahan sendiri dan bukanlah tugas atau pekerjaan orang lain untuk memberitahukannya. Bila diucapkan ありがと うございます (arigatou gozaimasu), seolah-olah sudah kewajiban orang tersebut mengingatkan kita pada barang yang tertinggal.

Kasus lain yang memerlukan penggunaan ungkapan ini adalah ketika seorang ibu mengucapkan  どうも すみません (doumo sumimasen) kepada seseorang yang telah memberi makanan kepada anaknya. Apabila digunakan ありがと うございます (arigatou gozaimasu), seolah-olah sang ibu memang menghendaki makanan tersebut diberikan kepada anaknya. Ungkapan maaf tidak menggambarkan kehendak yang demikian.

Ada pula situasi lain yang memungkinkan kedua ungkapan tersebut dapat digunakan. Agaknya kaum perempuan lebih banyak mengucapkan 済みません (sumimasen) untuk menyampaikan terima kasih dan maaf dibandingkan dengan kaum laki-laki. Tingkat usia pembicara juga perlu dipertimbangkan di sini. Anak muda relatif lebih sering menggunakan ありがと うございます (arigatou gozaimasu) daripada orang dewasa yang lebih menggunakan 済みません (sumimasen).

Kamis, 28 Juli 2011

Tradisi Nyekar dan Nyadran


Bulan Sya’ban dalam Kalender Hijriah adalah bulan sebelum datangnya Bulan Ramadhan. Oleh masyarakat Jawa disebut juga dengan Sasi/wulan Ruwah. Disebut sebagai Sasi Ruwah karena ada yang menyebut bahwa pada bulan ini merupakan waktu yang sangat tepat jika manusia yang masih hidup di dunia ini memanjatkan doa agar arwah yang telah mendahului diberikan tempat yang layak di sisi-Nya. Selain itu ada pula yang meyakini bahwa bulan Ruwah adalah saat turunnya arwah para leluhur untuk mengunjungi anak cucu di dunia, hal ini lebih sering disebut dengan istilah mudhunan dan munggahan. Karena itulah masyarakat Jawa mengenal tradisi yang bernama “nyekar” dan/atau “nyadran”.

Disebut nyekar karena sebagaimana kata sekar yang berarti kembang/bunga, maka definisinya adalah sebagai satu bentuk tradisi pengiriman bunga yang ditujukan kepada nenek moyang dan arwah leluhur yang telah mendahului kita. Sementara nyadran, adalah satu bentuk tradisi layaknya kenduri, yaitu sama-sama menggunakan uba-rampe (sarana) tertentu yang biasanya berwujud makanan (besekan), hanya saja yang membedakan dengan kenduri biasa adalah mengenai pengambilan lokasi yang biasanya dianggap keramat dan dipercaya masyarakat lokal bisa makin mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa. Biasanya pengambilan lokasi itu berupa makam leluhur atau tokoh besar yang banyak berjasa bagi syiar agama. Sementara makanan yang biasanya selalu ada adalah ketan, kolak, serta apem.

Pada Bulan Ruwah, tradisi nyekar mungkin bisa dilakukan tanpa ada ketentuan waktu pelaksanaannya, jadi selama masih pada bulan Ruwah maka tak ada larangan untuk melaksanakannya. Agak lain halnya dengan tradisi nyadran, karena melibatkan banyak orang maka tradisi nyadran ini biasanya dilaksanakan berdasar waktu yang sudah ditentukan secara turun temurun. Waktu pelaksanaan nyadran biasanya dipilih pada tanggal 15, 20, dan 23 bulan Ruwah.

Menurut sejarahnya, nyadran adalah sebuah kata berasal dari bahasa Sanskerta “sraddha” yang artinya keyakinan, percaya atau kepercayaan. Tradisi ini awalnya timbul sejak jaman Majapahit dimana Ratu ketiga kerajaan Majapahit, yaitu Tribuwana Tunggadewi berkeinginan pergi ke pengabuan Ibunya (Sri Gayatri) di Candi Jago guna mengirim doa. Dan ternyata pada masa Walisanga tradisi ini masih bisa dilanjutkan karena masih dalam wacana berziarah dan mendoakan orang tua.

Persamaan dari nyekar dan nyadran terletak pada inti pelaksanaannya, yaitu untuk berdoa kepada Tuhan agar diberi keselamatan dengan cara berziarah kubur. Selain itu, dengan berziarah kubur kita turut mendoakan arwah para leluhur yang telah tiada agar memperoleh tempat yang layak di sisi-Nya dan diampuni segala kesalahannya sewaktu di dunia. Bagi manusia yang masih hidup, manfaat ziarah kubur adalah untuk mengingat tujuan akhir hidup di dunia ini, agar kita dapat membekali diri dengan amal yang baik karena kelak kita akan menyusul para leluhur.

Mengenai detail pelaksanaan nyekar dan nyadran adalah tradisi yang diwariskan turun-temurun. Biasanya masing-masing elemen memiliki makna filosofis tersendiri, seperti kue apem pada tradisi nyadran berasal dari kata ‘afwan yang berarti minta maaf untuk membersihkan dosa sebelum pelaksanaan ibadah Bulan Ramadhan. Maka, bila saat ini ada pembaca yang menganggap bahwa tradisi nyekar/nyadran adalah syirik dan mengada-ada, maka itu adalah hal yang wajar. Karena tradisi ini adalah warisan leluhur yang oleh Walisanga diasimilasikan dengan ajaran Islam.

Namun bagi saya pribadi, semua itu tergantung dari niatnya. Tradisi hanyalah tradisi yang tetap wajib dijaga dan dilestarikan selama tidak membahayakan akidah dan keutuhan bangsa. Perlu dicatat bahwa dalam pelaksanaan nyadran banyak terkandung nilai-nilai luhur budaya bangsa, antara lain gotong-royong antarwarga. Tentang esensi dari tradisi tersebut yang bertujuan untuk mendoakan leluhur, maka menurut saya pribadi (lagi), ada hal yang lebih penting dari sekedar melestarikan tradisi nyekar/nyadran itu, yaitu berbakti pada orang tua yang telah mengasuh dan membesarkan kita, terutama jika orang tua kita masih diberi panjang usia hingga saat ini.

Senin, 25 Juli 2011

Arigatou Gozaimasu

Ungkapan ini berarti “Terima kasih,” tapi secara harfiah mengandung arti “Sukar ini.” Makna dalamnya sangat dijiwai oleh orang Jepang yang berpandangan bahwa sedapat-dapatnya seseorang harus membalas kebaikan yang diberikan orang lain. Mengingat sukarnya membalas budi seseorang, mereka menyatakan kebaikan yang diterima tersebut merupakan sesuatu yang sukar dibalas.

ご親切 ありがとう ございました。
Goshinsetsu arigatou gozaimashita.
Terima kasih atas kebaikan Anda.

ありがとう (Arigatou) saja dapat disampaikan kepada orang yang sederajat atau lebih rendah, tapi tidak untuk orang yang punya kedudukan lebih tinggi. ありがとう ございます (Arigatou gozaimasu) bisa diucapkan kepada atasan yang kedengaran lebih sopan bila ditambahkan dengan どうも (doumo) menjadi:

どうも ありがとう ございます。
Doumo arigatou gozaimasu.
Terima kasih banyak.

Kadangkala digunakan kata どうも (doumo) saja di antara orang yang sudah akrab dan kepada orang yang lebih rendah, menggantikan ungkapan ありがとう (arigatou).

Untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas kebaikan yang telah dan akan diterima, digunakan ありがとう ございます (arigatou gozaimasu), kemudian ありがとう ございました (arigatou gozaimashita) untuk kebaikan yang sudah diterima. Di samping itu, penggunaan kedua bentuk ini dipengaruhi pula oleh perasaan orang yang mengucapkannya. Apabila bentuk biasa ありがとう ございます (arigatou gozaimasu) yang digunakan, akan memberikan kesan bahwa kebaikan yang diterima akan mengendap lama dalam hatinya. Bentuk lampau ありがとう ございました (arigatou gozaimashita) digunakan, misalnya, ketika mengembalikan buku kepada seseorang.

Seseorang yang memberikan pujian tidak lazim dibalas dengan ucapan ありがとう ございます (arigatou gozaimasu) melainkan dengan ungkapan lain.

A          : 日本語が うまいですね。
               Nihongo ga umai desune.
               Bahasa Jepangnya bagus sekali.
B          : いいえ、まだまだ 下手です。
               Iie, mada-mada heta desu.
               Tidak, masih bodoh.

Balasan ucapan terima kasih yang sering digunakan adalah いいえ、どういたしまして (Iie, dou itashimashite) yang diterjemahkan sebagai “Terima kasih kembali.” Ucapan いいえ (Iie) saja sudah cukup menanggapi ucapan terima kasih yang disampaikan oleh seseorang, tapi tidak diucapkan kepada atasan. Ada situasi yang tidak memerlukan balasan ucapan ini, misalnya pegawai toko atau pelayan restoran yang mengucapkan terima kasih kepada pengunjung. Dalam hal ini ucapan いいえ、どういたしまして (Iie, dou itashimashite) tidak diperlukan.

Orang yang banyak berhubungan bisnis sering mengucapkan 毎度ありがとうございます (Maido arigatou gozaimasu) bila menerima telepon dari partner bisnisnya. Ungkapan ini sukar diterjemahkan secara tepat. 毎度 (maido) bisa diartikan sebagai “setiap kali, setiap waktu, sering” dan lain-lain. Jadi, ungkapan di atas mengandung makna “Terima kasih atas segala kebaikan yang selalu diberikan kepada kami.” Kadangkala hanya diucapkan 毎度 (Maido) saja.

Sementara ungkapan ini mengandung suatu pengakuan terhadap budi yang diterima dari orang lain, pengembalian hutang budi tersebut perlu dipikirkan. Untuk suatu hal yang sepele, hal ini tidak benar-benar menjadi beban pikiran. Tapi, suatu pengorbanan yang berarti yang diperbuat oleh orang lain atau suatu kebaikan yang menyentuh perasaan, tidak akan lenyap begitu saja. Oleh karena itu, tidak ada batasan sampai berapa kali atau sampai kapan seseorang itu mengucapkan terima kasih atas budi yang diterimanya. Seseorang yang merasa berhutang budi kepada dosen pembimbingnya sering mengucapkan terima kasih sekalipun dia sudah menamatkan sekolahnya, khususnya pada tahun baru.

Bila hendak menyatakan ucapan terima kasih yang mendalam kepada seseorang dapat ditambahkan kata lain yang ditempatkan sebelum ungkapan tersebut sebagaimana yang dapat dilihat dari contoh berikut, yang kira-kira berarti “Terima kasih banyak.”

誠に ありがとう ございました。
Makoto ni arigatou gozaimashita.

どうも ありがとう ございました。
Doumo arigatou gozaimashita.

大変 ありがとう ございました。
Taihen arigatou gozaimashita.

本当に ありがとう ございました。
Hontou ni arigatou gozaimashita.

Pernyataan berhutang budi atas kebaikan seseorang tidak selalu harus disampaikan dengan ungkapan terima kasih, bahkan pada situasi tertentu ucapan terima kasih dapat melukai perasaan seseorang. Ada perasaan tidak enak yang timbul setelah menerima ucapan terima kasih dari seseorang atas pertolongan yang seharusnya bukan kewajibannya.

Bila seseorang mengambilkan buku yang terjatuh, seolah-olah sudah merupakan tugasnya berbuat demikian, sehingga tidak perlu disampaikan ucapan terima kasih kepadanya. Dalam hal ini lebih baik digunakan ungkapan すみません (Sumimasen) yang bermakna permintaan maaf atas susah payah yang dilakukan dan juga mengandung rasa terima kasih. Pada kasus ini, anak kecil lebih sering mengucapkan ありがとう (arigatou), sedangkan orang dewasa yang mengucapkan ungkapan yang sama akan terdengar kekanak-kanakan.

Seseorang juga harus berhati-hati menggunakan bentuk biasa dan bentuk lampau dari ungkapan ini, misalnya ketika mengakhiri suatu pembicaraan atau ceramah. Apabila diucapkan ありがとう ございます (arigatou gozaimasu) pada akhir pembicaraan tersebut, akan memberi kesan kepada pendengar bahwa pembicaraan belum selesai dan akan dilanjutkan lagi. Pada situasi ini harus digunakan bentuk lampau, yaitu ありがとう ございました (arigatou gozaimashita).

(Sumber: Ungkapan Bahasa Jepang, Pola Komunikasi Manusia Jepang)

Sabtu, 23 Juli 2011

Cinta Tanpa Syarat

Dikisahkan, ada sebuah keluarga besar. Kakek dan nenek mereka merupakan pasangan suami istri yang tampak serasi dan selalu harmonis satu sama lain. Suatu hari, saat berkumpul bersama, si cucu bertanya kepada mereka berdua, "Kakek, nenek, tolong beritahu kepada kami resep akur dan cara kakek dan nenek mempertahankan cinta selama ini agar kami yang muda-muda bisa belajar."

Mendengar pertanyaan itu, sesaat kakek dan nenek beradu pandang sambil saling melempar senyum. Dari tatapan keduanya, terpancar rasa kasih yang mendalam di antara mereka. "Aha, nenek yang akan bercerita dan menjawab pertanyaan kalian," kata kakek.

Sambil menerawang ke masa lalu, nenek pun memulai kisahnya. "Ini pengalaman kakek dan nenek yang tak mungkin terlupakan dan rasanya perlu kalian dengar dengan baik. Suatu hari, kami berdua terlibat obrolan tentang sebuah artikel di majalah yang berjudul 'Bagaimana memperkuat tali pernikahan'. Di sana dituliskan, masing-masing dari kita diminta mencatat hal-hal yang kurang disukai dari pasangan kita. Kemudian, dibahas cara untuk mengubahnya agar ikatan tali pernikahan bisa lebih kuat dan bahagia. Nah, malam itu, kami sepakat berpisah kamar dan mencatat apa saja yang tidak disukai. Esoknya, selesai sarapan, nenek memulai lebih dulu membacakan daftar dosa kakekmu sepanjang kurang lebih tiga halaman. Kalau dipikir-pikir, ternyata banyak juga, dan herannya lagi, sebegitu banyak yang tidak disukai, tetapi tetap saja kakek kalian menjadi suami tercinta nenekmu ini," kata nenek sambil tertawa. Mata tuanya tampak berkaca-kaca mengenang kembali saat itu.

Lalu nenek melanjutkan, "Nenek membacanya hingga selesai dan kelelahan. Dan, sekarang giliran kakekmu yang melanjutkan bercerita." Dengan suara perlahan, si kakek meneruskan. "Pagi itu, kakek membawa kertas juga, tetapi....kosong. Kakek tidak mencatat sesuatu pun di kertas itu. Kakek merasa nenekmu adalah wanita yang kakek cintai apa adanya, kakek tidak ingin mengubahnya sedikit pun. Nenekmu cantik, baik hati, dan mau menikahi kakekmu ini, itu sudah lebih dari cukup bagi kakek."

Nenek segera menimpali, "Nenek sungguh sangat tersentuh oleh pernyataan kakekmu itu sehingga sejak saat itu, tidak ada masalah atau sesuatu apapun yang cukup besar yang dapat menyebabkan kami bertengkar dan mengurangi perasaan cinta kami berdua."

(Sumber: http://www.mualaf.com/)

Senin, 31 Januari 2011

Sesuatu yang Kecil

Pelajaran berharga yang kudapatkan hari ini:
Sebentuk perhatian kecil ternyata dapat membuat seseorang merasa bahwa hidupnya berharga dan berarti bagi orang lain serta mungkin saja dapat membuatnya kembali bersemangat melanjutkan hidupnya.

Tanpa kita sadari, perhatian kecil yang kita berikan dapat menyelamatkan hidup orang lain. Berbagilah, walau yang kau miliki hanya senyum yang tulus dan doa yang ikhlas...

Selasa, 11 Januari 2011

The Caffeine Effect

Kopi, hmm.. Dari aromanya aja udah membuatku tergiur..
Aku lupa entah sejak kapan aku mulai menyukai kopi, dan sekarang bukan suka lagi, tapi jatuh cinta..
Anehnya, aku tak pernah merasa kecanduan. Bagiku itu hanya masalah keinginan. Kalau ingin ngopi ya tinggal bikin, kalau enggak ya sudah..
Jadi kalau ada orang yang bilang, "Eh, kamu doyan ngopi ya?" maka dengan tegas kujawab "Iya!"

Aku memang suka ngopi, tapi masalah pencernaan tak bisa kuhindari.
Aku membatasi diri untuk minum hanya secangkir sehari. Lebih dari itu, maka aku akan menderita The Caffeine Effect, yaitu gejala yang secara spesifik muncul padaku setelah kebanyakan ngopi. Misalnya: sakit maag dan jantung berdebar.
Masalah tidur tak pernah relevan dengan jumlah kopi yang kuminum. Jadi walau minum seteko besar kopi, kalau ngantuk ya tinggal tidur saja! Haha.. Mungkin satu-satunya yang menahanku dari tidur adalah: sakit maag!

So, sampai saat ini aku masih jadi coffee lover, tapi syukurlah nggak sampai jadi maniak.. Hehe..

Oya, salah satu filosofi kopi yang paling aku suka: semakin panas air untuk menyeduh, aroma kopi semakin kuat dan rasa semakin mantap!
Analoginya kurang lebih begini: semakin keras tantangan yang kita hadapi, semakin kuatlah karakter kedewasaan kita..
Salam kopi! ;)