Assalamu'alaikum...

Selamat Datang di Blog Suka-suka ala Tiwi...
Mari berbagi cerita yang dapat "memperkaya" diri...

Minggu, 31 Oktober 2010

Titik Akhir yang Semu

Tanggal 30 Oktober 2010, secara resmi berakhir sudah masa Praktek Kerja Lapang-ku di SMK. Gak kerasa bahwa 3 bulan sudah berlalu, banyak hal yang mewarnai sepanjang masa itu. Suka-duka terasa seimbang.
Murid-murid, Guru Pamong, Guru BK, Wakasek, Pemilik warung-warung di Kantin, Rekan-rekan Praktikan, Satpam, dan penghuni sekolah yang lain telah turut memberi warna pada setiap langkahku. Hontou ni arigatou gozaimashita.

Sementara itu, ada beberapa hal yang menjadi "pelajaran" selama aku PKL:
  • Dimanapun dan bagaimanapun kondisinya, kesan pertama akan melekat sepanjang masa, walau dalam perjalanan waktu kesan itu mungkin akan berubah. Maka menciptakan kesan pertama adalah penting dalam membangun citra diri (kalo kata iklan: Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda, hehe..)
  • Jangan sekali-sekali menunda pekerjaan atau hidupmu akan kacau-balau!
  • Jangan pernah meremehkan murid, atau kau akan mendapat pembalasan yang lebih kejam! (seorang guru yang diremehkan murid kan benar-benar suatu hal yang menyakitkan?!)
  • Sebandel-bandelnya murid, dia adalah seorang anak yg juga butuh pengakuan atas dirinya, perhatian dan kasih sayang. Jangan pernah menghukum murid atas kelakuannya tanpa melihat latar belakang peristiwa tersebut.
  • Jangan pernah memberi label buruk pada seorang anak, karena akhirnya dia akan putus asa ketika mengetahui bahwa semua orang masih akan mengingatnya sesuai label yang melekat padanya, walau sekeras apapun usahanya dalam memperbaiki dirinya.
  • Seorang guru adalah orang tua yang juga bertanggung jawab atas perkembangan anak dan turut menentukan masa depan si anak. Tugas kita bukanlah menjadikan anak tersebut sebagai "sesuatu", tapi membantunya memilih, akan menjadi apa dirinya kelak dengan memberikannya pendidikan, pengalaman, pengetahuan, perhatian, dan "perbekalan" lainnya untuk perjalanan si anak menuju masa depan.
  • Guru dan murid adalah manusia yang bisa lupa dan salah. Cara yg terbaik bukanlah menyalahkan orang lain/diri sendiri, tapi introspeksi diri dan berusaha menjadikan kesalahan tersebut sebagai pelajaran.
  • Jadilah guru/orang tua yang terbuka terhadap setiap kritik dan masukan, betapapun menyakitkannya hal tersebut.
  • Tuntutan kurikulum memang penting untuk dituntaskan, tapi jangan abaikan kondisi nyata lingkungan dan murid. Jangan hanya terpaku pada kurikulum, tapi ajarkan murid untuk menyelesaikan setiap masalahnya juga.
  • Murid bukan robot yang bisa diperintah tanpa membantah, tapi dia adalah manusia yang punya perasaan dan pikiran. Hargailah ia sebagaimana kau juga ingin dihargai.

Hmm.. sebenarnya masih banyak hal lain yang ingin aku bagi. Tapi untuk sementara cukup dulu. Semoga yang sedikit ini dapat menjadi masukan bagi setiap guru dan calon guru, orang tua dan calon orang tua di seluruh negeri.
Oya, Titik Akhir yang Semu, karena hal ini tidak pernah benar-benar berakhir. Masih banyak Pe eR yang tersisa, bukan hanya laporan yang harus dikerjakan, tapi usaha kita dalam mencerdaskan kehidupan bangsa! Menjadi guru atau tidak, tapi setiap diri kita adalah "orang tua" yang wajib memberikan pendidikan terbaik bagi generasi penerus negeri ini.

Salam Hangat!

Rabu, 13 Oktober 2010

Curhatnya Rekan Praktikan

Teman (T) : Capeknyaaa! Suara nyaris habis nih!
Saya (S)    : Lho? Habis ngajar? Bukannya hari ini kamu nggak ada jadwal?
T  : Iya, disuruh nggantiin Pak M di kelas XII.
S  : Capeknya kenapa?
T  : Murid-muridnya aneh-aneh! Bukannya nggarap soal malah merubung aku yang duduk di belakang...
S  : Kok bisa?
T  : Katanya, 'mumpung Ibu yang nungguin, bukan Pak M'
S  : (ketawa) Wah, kayaknya aku ngerti perasaan mereka.. Satu kelas cowok semua, jadi begitu ngeliat kamu berasa dapet rejeki nomplok..
T  : Makanya aku tadi kabur duluan..
S  : Kabur gimana?
T  : Sebelum bel, anak-anak udah aku pulangin trus aku langsung kabur..
S  : Kenapa?
T  : Serem! Mereka tuh kalo cium tangan ya bener-bener dicium! Iih, jijay deh!
S  : Kok jijay? Kan murid cium tangan gurunya tuh salah satunya untuk minta berkah..
T  : Berkah apanya?! Mereka cium tangannya sambil napsu gitu...
S  : Yaa berkah buat mereka.. Kan jarang-jarang bisa cium tangan bu guru cantik...
T  : (mulutnya semakin monyong)...
S  : (segera kabur, sebelum dilempar gelas)

Kamis, 07 Oktober 2010

Apa yang Salah?

Hari ini ada cerita baru. Berawal dari keisengan mendengarkan sesi Refleksi dari teman2 praktikan Matematika dan Guru Pamongnya yang kebetulan adalah Wakasek Kesiswaan...

Aku baru tau kalo kemarin sempat ada kehebohan yang berbau SARA. Untungnya kehebohan ini nggak sempat menyebar keluar sekolah. Yang patut jadi perhatian bukan kehebohan itu sendiri, melainkan latar belakang terjadinya kehebohan itu. Setelah diselidiki, ternyata sumbernya dari perasaan pribadi (dan tidak ada sangkut-pautnya dengan SARA), berhubung kebetulan yang terlibat adalah 2 orang dari etnis dan agama berbeda, maka unsur SARA jadi ikut-ikutan dilibatkan.

Patut disayangkan, bahwa kehidupan remaja menjadi sangat intoleran terhadap sesuatu yang "berbeda", padahal saat ini sedang gencar-gencarnya kampanye pendidikan Multikultural. Lalu, apa yang salah?

Kondisi siswa yang merupakan masyarakat rurban (rural-urban: peralihan antara desa dan kota), mungkin menjadi salah satu pencetus terjadinya kehebohan SARA. Sebab, masyarakat rural biasanya cenderung tertutup dan bersikap apatis terhadap perubahan dan sesuatu yang baru. Berbeda dengan masyarakat urban yang lebih permisif dan terbuka terhadap hal-hal baru. Siswa yang berusia remaja mungkin belum mampu menyesuaikan diri secara tepat (maladjustment) sehingga pikirannya tidak mampu mengontrol letupan emosi yang ada pada dirinya. Mereka juga belum sepenuhnya memahami apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang beresiko tinggi untuk menyebabkan kerusuhan SARA yang lebih besar (yang kini marak terjadi di beberapa daerah di Indonesia).

Yang dilakukan oleh Guru Pamong tadi sudah tepat, yakni memberikan pemahaman terhadap resiko perbuatannya, melakukan mediasi antara siswa yang berselisih, dan melakukan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Pencegahan yang dimaksud antara lain: memberikan pendidikan mengenai multikulturalisme, mengajarkan bahwa masing-masing agama menganjurkan kepada pemeluknya untuk menghargai pemeluk agama lain dan memberikan perhatian terhadap adanya indikasi serupa.

Cukup sudah penderitaan manusia yang terjadi karena isu SARA, semoga nggak ada lagi Ambon Babak 2, Sampit jilid 2 dan sebagainya...